Selasa, 17 Maret 2009

Eeeeh!

Dulu sih, eh, nggak juga ketang, tapi pas baca prosanya Fahd Djibran, berjudul Schizofrenia, aku kok jadi penasaran sama dunia orang-orang eeee...dan! Aku penasaran dengan apa yang mereka lihat, teman khayal mereka, kenapa mereka bisa tertawa seperti itu, realitas apa yang mereka lihat dalam ketidak 'ngeh' an mereka atas 'realitas' sesungguhnya.

Bagaimana dengan alam imajinasi mereka, kenapa mereka bisa menari-nari seperti itu. Dulu, sewaktu kecil, ada orang gila yang biasa datang ke rumah. Dia hanya akan menunggu di depan rumah sampai kakekku memberinya recehan. Ada juga perempuan yang kerjaannya tertawa saja. Ada pula yang katanya bisa 'melihat' dunia lain, dan karenanya suka bicara sendiri. Tapi dia bisa berinteraksi dengan kita. Dia kadang minta rokok, atau melakukan transaksi jual beli secara wajar, tapi jika lagi 'in' dia suka bicara sendiri. Apa itu schizofrenia?

Yang saya penasaran, apakah mereka sadar bahwa mereka gila? Lebih menyakitkan mana, kita gila ataukah saudara kita gila, sehingga kita harus menanggung malu akibatnya? Dua-duanya menyakitkan, tentu saja. Tak heran banyak orang gila, dibiarkan berkialaran di luar sana.

Di dekat rumahku saja ada banyak: (1) yang berambut gimbal di dekat stasiun kereta api, (2) yang gendut dan tidur di dekat sampah, setiap pagi menggerak-gerakkan alat vitalnya ke ubin, seperti sedan.....(sensor), (3) perempuan yang memakai segala rupa, jaket, kain-kain tak jelas, rambutnya sudah memutih sebagian, (4) yang nampak biasa, masih rajin mandi, tapi pandangannya kosong, (5) yang suka pake celana pendek, pake peci, tatapannya kosong, katanya akibat 'teu kataekan' pas belajar satu ilmu tertentu, (6) perempuan belia berkulit cokelat yang senang berlagak seperti model.

Dan masih banyak lagi.

Yang miris juga, ada seorang anak kecil yang nampaknya memang memiliki gejala-gejala kegilaan atau kelainan, entahlah. Ia mengamen bersama para pengamen dan peminta-minta yang seusia dia, sekitar 5 tahun. Dilihat dari logatnya, ia tentu bukan orang cianjur, mungkin orang jakarta. Kabarnya, dia dibuang oleh keluarganya. Jika dia meminta-minta, dia hanya mau dikasih 1000, jika orang memberinya kurang dari itu, dia akan marah-marah.

Para pengamen yang sudah dewasa, dan para pekerja di sekitar itu, senang sekali menggodanya. Mempermainkannya, lebih tepatnya. Tapi dimanakah orang tuanya? Jengjengjengjreng....

PEMIRSAH, APAKAH kenyataan ini menunjukkan bahwa ketahanan mental kita dalam menghadapi stres kurang? Atau mungkin karena istilah psikolog atau psikiater belum terlalu ngetren di kita.

Aku pernah mengalami saat-saat dimana aku merasa 'gila'. dalam artian, aku mengalami gangguan-gangguan auditorial yang membuatku tersiksa, dan... aku masih waras.

Tahu kenapa?

Takdir, Pak.

Heuheuheu.

Yang pasti, kita mesti tetap memiliki rasa syukur dalam diri kita. Belajar mensyukuri hal-hal kecil, sehingga kita akan tidak memiliki cukup alasan untuk berpikir, "Gila, hidup gue, bener-bener kacau, keparat!"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar