Saat pertama kali suka menulis, aku selalu berusaha menghindari topik-topik tulisan yang menyangkut Paskibra. Aku membuat essai demi essai, tapi kesemuanya bertemakan essai-essai tentang kegelisahan hidup, tentang pencarian akan hakikat Tuhan dan spiritualitas.
Sampai, terjadi konflik di PPI dan PKC, dan itu membuatku memutuskan untuk menuliskan kegelisahan hatiku akan kondisi yang terjadi: senioritas yang mulai melenceng, absolutisme, dan perebutan kekuasaan dimana junior-junior yang jadi korban.
Aku menulis beberapa judul, dan teman satu korps pelatih Muda, dengan senang hati dan bersedia mengeluarkan uang sendiri, mendanai penyebaran essai-essai itu di kalangan anak-anak Paskibra. Tujuannya satu: menyadari chaos yang terjadi di PPI dan mengajak mereka berkontemplasi, merenung, meretrospeksi semua hal--termasuk absolutisme senior.
Tak ayal ini membuat mereka kebakaran jenggot, dan aku masuk dalam daftar hitam mereka. Tapi aku tak terlalu peduli karena ada senior lain yang mendukung penuh usahaku. Ada orang yang siap melindungiku.
Dan kehidupan terus berjalan.
Aku 'terpaksa' harus mengurangi intensitas keaktifanku di PPI dan PKC karena 'kontrak' dengan salah seorang kakakku, dimana aku berjanji tidak akan aktif di organisasi, dan sepenuhnya fokus membantunya mengurusi perusahaannya--sebagai karyawan biasa, tentu saja.
Kompensasinya, aku diberi gaji bulanan, fasilitas tinggal di rumahnya dan makan sesukanya, dan biaya kuliah--hanya untuk setahun pertama saja, karena sejak tahun kedua, aku kerja keras membiayai kuliahku sendiri.
Untuk mengobati rasa sakit hatiku karena tidak diizinkan mengikuti SPMB, mencoba meraba nasib untuk kuliah di universitas yang berkualitas, aku menulis memoar yang berisi tentang perjalananku selama SMA.
Lebih banyak berisi perjalanan kelas 3-ku, karena memori itu yang paling kuat dalam otakku. Memori kelas 1 dan 2, juga aku tulis, tapi dalam porsi yang kecil.
Disanalah, aku memasukkan paskibra sebagai sebuah latar tak terpisahkan dari kehidupan tokoh-tokoh dalam memoarku.
Saat menulis tentang bagian pemusatan latihan Paskibraka Jawa Barat, aku mendapat sebuah bisikan bahwa aku harus membuat bagian yang ini menjadi novel yang terpisah.
Dan selama 2 tahun, aku bersusah payah menyusun novel itu. Bongkar-pasang, tulis-hapus mewarnai perjalananku itu. Suatu kali pernah, aku sudah menulis sampai bab 9, dan semuanya hilang karena komputerku terkena virus.
Lalu aku merancang lagi draftnya, tokohnya, konfliknya, pesannya, judulnya... aku ragu-ragu memutuskan apakah cerita ini akan dibuat empat buku ataukah hanya satu buku: kisahnya memanjang melebihi yang kupikirkan sebelumnya. Seolah-olah kisah itu menceritakan dirinya sendiri kepadaku dan aku dituntutnya untuk menuliskan semua itu.
Novel pertama sudah selesai dan kini dalam tahap produksi. InsyaAllah bulan Agustus terbit, dan setelah itu, giliranku untuk memperkuat novel keduanya dan merangkai draft kasar novel ketiganya.
Benar-benar kerja keras bagiku, seluruh badanku kelelahan, tapi aku benar-benar menikmatinya.
Waktu berlalu seolah-olah aku baru saja mengedipkan mata.
Terima kasih, Tuhan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar