Jika teori yang disampaikan Rhonda Byrne dalam The Secret dan Erbe Sentanu dalam Quantum Ikhlas benar—dan aku meyakini benar teori itu—maka, satu hal yang harus kita sadari adalah kitalah yang menarik segala hal kepada diri kita sendiri. Kita menarik orang, menarik situasi, menarik keadaan, menarik keberuntungan, menarik masalah, menarik rezeki, kitalah yang menarik apapun di dunia ini.
Jadi, menurut kedua buku di atas, apa yang kita rasakan dan pikirkan akan memancarkan gelombang ke alam semesta yang akan menarik hal-hal yang serupa dengan apa yang kita rasakan dan apa yang kita pikirkan.
Jika kamu ingin dapat nilai 10 di ujian dan kamu belajar dengan giat tapi hati kamu yakin—entah bagaimana—bahwa kamu tidak akan mungkin bisa mendapatkan nilai di atas 8, maka kamu akan mendapatkan apa yang kamu yakini—nilai kamu pasti di bawah 8!
Jika kamu berdoa untuk penyelesaian terbaik atas setiap masalahmu, tapi hatimu ragu bahwa masalah itu akan mendapatkan penyelesaian yang terbaik, maka kamu akan mendapatkan apa yang kamu takutkan. Penyelesaian terbaik untuk masalahmu tidak akan datang.
Pada saat seperti itu kamu mungkin akan mempertanyakan dimana Tuhan? Kenapa Ia tidak mengabulkan doa-doamu? Mengapa Ia diam saja? Mengapa Ia ingkar janji? Kenyataannya, kawanku, doa yang di hati, yang tanpa kita sadari itulah yang memancarkan gelombang yang lebih kuat, yang lebih ‘cepat sampai’ kepada Allah. Itulah doa yang dikabulkan oleh Allah.
Aku punya seorang teman. Ia seorang yang sedikit tidak diperhitungkan di kelas. Ia tipikal invisible man, kau tahu. Ada dan tiadanya tidak ada bedanya. Ia merasa dirinya bodoh, merasa dirinya tidak tampan, merasa dirinya tidak laku. Merasa takut tidak diterima di pergaulan, gampang gugup, dan mudah sekali mengeluh untuk setiap hal. “Aduh nilaiku buruk. Aku memang tidak bisa melakukan apapun dengan benar. Ya ampun, bahkan soal seperti inipun aku lewatkan. Aku tidak akan mungkin bisa menjadi orang pintar. Aku tidak mungkin bisa sukses. Aku tidak mungkin bisa…,” dan seterusnya, kawan, dan seterusnya!
Dan tebak apa yang terjadi selanjutnya?
Ia mendapatkan apa yang ia rasakan dan fokuskan dalam hatinya. Ia cetak dalam otak bawah sadarnya. Dan itu membuatnya tambah minder. Aku pernah meminjaminya sebuah buku tentang akselerasi belajar, dan setelah beberapa hari, ia mengembalikan buku itu kepadaku dengan respon dan komentar yang positif. Sayangnya, hasilnya tak nampak sama sekali.
Rupanya ia tidak menerapkan—atau mencoba menerapkan—teori-teori praktis dalam buku itu. Rupanya, menurut analisa asal-asalanku, keyakinannya bahwa kebodohan adalah bagian dari takdirnya sudah menguasainya, sehingga teori praktis apapun tidak akan bisa membantunya.
Dan ia mendapatkan apa yang ia yakini, apa yang ia rasakan, apa yang ia cetak dalam otak bawah sadarnya.
Dan sebagai tambahan, ini sudah dibuktikan secara ilmiah, tapi aku tidak akan menguraikannya di sini—hei, untuk apa?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar