Jika seseorang mendapat masalah, tekanan, rasa kesal, mereka cenderung bereaksi sesuai dengan karakternya masing-masing: ada yang membicarakannya dengan sangat antusias kepada siapa saja yang mau mendengarkan, ada yang membicarakannya kepada orang-orang tertentu saja, dan ada yang memendamnya sendiri sampai membuatnya sakit.
Nah, karena orang yang dijadikan tempat curhat biasanya diistilahkan sebagai ‘tempat sampah’, maka orang yang suka membicarakan semua masalahnya ke sebanyak mungkin orang adalah tipikal orang yang suka membuang sampah sembarangan.
Sedangkan orang yang membicarakan masalahnya dengan orang-orang tertentu saja, ia adalah tipikal orang yang membuang sampah pada tempatnya, bahkan disesuaikan dengan kekhususannya: untuk plastik atau kertas? Kering atau basah?
Dan orang yang lebih suka memendam sendiri masalahnya, dia lebih suka membuat sendiri tempat sampahnya. Bahkan tak jarang membuat kawan imajiner sebagai tempat curhatnya.
Dalam hal menghadapi masalah, terlebih bagi kamu yang sedang menjalani masa puber, godaan untuk mengungkapkan masalahmu itu sangat besar. Temanku memiliki masalah di keluarganya. Ia menceritakannya kepadaku dan beberapa orang teman di angkot dengan suara yang keras saking semangat dan bernafsunya, sampai-sampai si sopir angkot dan penumpang lain pun tahu.
Tentu saja ini tidak baik.
Umpan balik dari rahasia yang kita umbar kepada orang lain bisa menjadi bumerang yang menyerang kita. Misal, jika kamu punya masalah dengan keluarga kamu dan kamu menceritakannya kepada orang lain, kepada siapapun yang ingin mendengarkan, maka ini bisa saja membuat orang lain yang mengenal keluargamu akan antipati terhadap keluargamu. Mereka mungkin juga menjadi antipati terhadapmu, karena kelakukanmu, dalam benak mereka, ‘pasti’ tidak jauh berbeda dengan keluargamu yang kamu umbar keburukannya.
Akhirnya, kamu sendiri yang akan kena getahnya. Pada akhirnya kamu sendiri yang diserang oleh sikapmu ini. Bagai menepuk air didulang, kata orang tua zaman dulu—mau tidak mau, kamu akan kecipratan airnya juga!
Tapi ini bukan berarti kamu tidak boleh curhat kepada siapapun. Curhat itu sah-sah saja, aku anjurkan malah. Tapi kita mesti lihat dulu kepada siapa kita akan curhat. Usahakan orang yang kita jadikan tempat curhat adalah orang yang dewasa, dapat dipercaya, dan bisa memberikan solusi, atau paling tidak, memberikan perhatian penuh saat kamu sedang curhat.
Kamu bisa memilih orangtuamu, guru BP di sekolahmu, wali kelasmu, kakakmu, dan siapapun yang kamu rasa memenuhi kriteria di atas. Sekali lagi aku tekankan, jangan membicarakan masalahmu kepada semua orang karena itu bisa menjadi bumerang terhadapmu.
Seringkali masalah yang terlalu diumbar kepada terlalu banyak orang justru akan mendatangkan masalah lain dan masalah lain lagi terhadapmu—bagaimana jika ternyata orang yang kamu curhati tentang salah seorang temanmu yang rese itu, adalah sohib temanmu yang rese itu, trus dia ngasih tauin curhatan kamu ke temenmu yang rese itu yang bisa membuat masalah kamu sama temen kamu yang rese itu tambah runyam? Hayoh.
Belum lagi kemungkinan adanya kesalahan penyampaian sehingga cerita kamu jadi berkembang nggak karuan, jadi nggak sesuai dengan apa yang sebenarnya kamu pengen sampein. Jadi berabe ‘kan? Tambah bete nggak sih kalau gitu, eh?
Jadi, seperti kata salah seorang temanku, lebih baik ketahui semua yang kita ceritakan daripada menceritakan semua hal yang kita ketahui. Ada sebagian kisah yang sebaiknya dibiarkan tetap menjadi rahasia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar