Sabtu, 02 Oktober 2010

Teorema Akar dan Batang

Seringkali orang merasa sudah mencoba menyelesaikan masalahnya, tapi masalah itu datang dan datang dan datang lagi. Nggak pernah selesai. Apa yang salah? Apakah cara penyelesaiannya yang salah, apakah masalahnya sendiri yang memang sulit untuk diselesaikan? Atau….?
Seperti halnya ketika kamu menebang pohon. Jika kamu menebang batangnya, beberapa tahun kemudian, pohon itu akan tumbuh lagi. Kalau kulit kamu jamuran dan kamu hanya mengobati yang tampak dari luarnya saja, maka penyakit kamu tidak akan benar-benar sembuh.
Artinya?
Tepat sekali.
Kita harus memukan akar permasalahan kita. Karena hanya dengan mencerabuti akarnyalah, maka pohon itu tidak akan tumbuh lagi. Hanya dengan membasmi sampai ke akar-akarnya ‘lah, penyakit jamuran kamu tidak akan kambuh lagi (katakan padaku, apakah kalimat ini terdengar seperti sebuah iklan?).
Akar adalah inti masalah. Masalah itu sendiri. Sedangkan batang hanyalah efek dari masalah. Jika kamu menaruh perhatianmu hanya pada efek dari masalah, maka, bisa saja efeknya hilang, tapi masalahmu belum tentu bisa benar-benar selesai.
Contoh:
Secara keseluruhan tidak ada masalah dengan anak itu, kamu yakin akan hal itu. Dia cukup tampan untuk ukuran anak seumurannya. Yah, dengan pengecualian tubuhnya yang sedikit pendek, kamu pikir, tidak ada yang salah dengannya sampai harus terancam tidak naik kelas.
Oke, kamu tahu, dari wajahnya yang polos, dia bukan tipikal anak-anak remaja nggak punya kerjaan yang ngabisin waktunya dengan nongkrong di jalan, berkumpul, bergeng-geng, ngerokok, tawuran, atau malakin siswa lain. Kamu tahu, bahkan dari sekilas saja kamu melihat dia, dia bahkan tidak mampu untuk menyakiti dirinya sendiri.
Tapi dia sedikit minder. Ia tertutup. Dan ia sepertinya tidak menikmati kebersamaan dengan orang lain. Maksudmu, tentu saja, bukan karena ia anti sosial, tapi lebih karena ia nampaknya lebih suka menyendiri.
Dan sekarang, gurumu marah besar, karena ia, temanmu itu, adalah orang yang sulit diatur. Sikapnya yang cenderung apathis itu, yang tak memperlihatkan pemberontakan tapi juga tidak mau menurut itu, membuat gurumu bingung harus berbuat apa.
Apa yang harus kamu lakukan?
Kawan, dalam kasus anak yang kurang memahami pelajaran di kelas atau cenderung ‘bodoh’, beberapa guru yang pernah kujumpai cenderung memandangnya sebagai pembawaan si anak yang bodoh, bahwa si guru tidak salah dalam cara dia mengajar karena masih banyak siswa lain yang ternyata mampu menyerap pelajaran yang diberikannya.
Karena si guru merasa si anak itu bodoh, maka ia memberikan les privat gratis kepada anak itu, ia mendorong anak itu untuk belajar lebih baik. Ia bahkan membelikan kepada anak itu buku akselerasi belajar agar anak itu bisa lebih baik.
Beberapa minggu kemudian, si anak mulai kelihatan berubah—ooh, syukurlah! Tapi, sayangnya perubahan itu tidak bertahan lama, karena menjelang ujian semester, ia kembali menjadi dirinya yang terdahulu dan membuat nilai ujiannya sangat anjlok sehingga dia mendapat ancaman tidak naik kelas.
Bagaimana ini?
Kawan, guru di atas, yang aku ilustrasikan kepadamu, menyelesaikan masalah hanya sampai pada ‘permukaannya’, pada ‘batangnya’ saja. Dia tidak meluangkan waktu untuk meneliti akar dari masalah si anak.
Aku sangat terkesan oleh Bu Zajac, tokoh dalam novel non fiksi yang ditulis Tracy Kidder, pemenang Pulitzer prize—Kelas 205. Bu Zajac, ketika salah seorang muridnya mengalami kesulitan belajar, selain meluangkan waktu untuk memberi pelajaran tambahan dan perhatian yang lebih saat di kelas, ia juga meluangkan waktu untuk menyelidiki akar dari masalah si anak yang menyebabkannya sulit belajar.
Dari situ, dia akhirnya tahu, bahwa diantara siswanya yang sulit belajar, ada yang disebabkan oleh faktor lingkungan keluarganya yang tidak mendukung, lingkungan bermain yang buruk, dan trauma yang dialami si anak yang membuat perkembangan kedewasaan si anak terhambat.
Nah, kawan, bisa saja, kawanmu itu, si anak yang sulit belajar itu, yang minderan dan tidak suka keramaian itu, adalah seorang anak yang mengalami trauma di masa kecilnya. Mungkin orangtuanya bercerai dan dia mengalami siksaan dari salah seorang orangtuanya. Atau mungkin ia dibesarkan oleh keluarga yang terlalu menekannya sehingga dia merasa tak berharga, sehingga ia merasa minder, sehingga ia merasa terlalu ketakutan untuk mengungkapkan apa yang dia ingin ungkapkan. Sehingga, ketika rasa nyaman dan amannya tak terpenuhi, maka otak neo cortex-nya tidak bekerja dengan baik, sehingga dia sulit menyerap pelajaran.
Jika gurumu membantu si anak menyembuhkan luka batinnya, hasil yang mungkin didapatnya tentu akan lebih besar, daripada hanya menyelesaikan salah satu efek dari akar masalahnya saja, seperti misalnya, membantu si anak dengan memberinya les privat, bahkan gratis sekalipun—walau bukan berarti apa yang dilakukan gurumu itu sepenuhnya salah.
Ini, membawa kita sampai pada kesimpulan, bahwa masalah, seringkali merembes ke bidang lain dalam kehidupan kita. Masalah bisa terjadi di rumah, tapi bisa membawa efek dan mempengaruhi kehidupan kita di sekolah, di lingkungan luar rumah.
Jika kita menyelesaikan efeknya, maka inti masalahnya akan tetap ada, dan suatu saat, bisa kembali melahirkan efek masalah-efek masalah yang baru. Tapi, jika kamu mau arif, mau bijak mengakui masalahmu, dan langsung mencoba menyelesaikan masalahmu di rumah, maka peluang kamu untuk mendapatkan kembali kehidupan kamu di sekolah dan luar rumah dengan normal semakin besar.
Bagaimana cara menemukan akar masalah?
Ketika kamu mendapat masalah, jangan fokuskan pencarianmu terhadap efek dari masalah kamu, tapi lihatlah lebih jauh, lihatlah faktor yang menyebabkan masalahmu itu. Seperti contoh di atas: dari kasus anak sulit mengerti pelajaran di kelas, cobalah lihat lebih jauh lagi, analisis lebih jauh lagi, penyebab si anak tersebut sulit belajar, sehingga penyebab utama yang merupakan inti dari masalah itu bisa diketahui.
Tapi, sebagai bahan perbandingan, tidak semua sebab masalah adalah masalah inti. Contoh: masalah inti si anak itu adalah trauma masa kecil akibat perceraian orang tua. Nah, perceraian orangtua di sini bukanlah masalah inti tapi penyebab dari masalah inti si anak, yaitu trauma masa kecil akibat perceraian tersebut.
Jika kelihatannya sedikit rumit dan membingungkan, untuk mendapatkan dan mengetahui inti dari masalahmu, kamu bisa juga meminta saran kepada orang yang kamu pikir bisa memberimu saran. Kamu bisa curhat kepada orang yang kamu percayai. Tapi ini juga ada risikonya, ada aturannya, jadi teruskan membaca buku ini, oke? Hehe.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar