Sabtu, 02 Oktober 2010

Seperti Hantu

Sepulang dari sekolah, dengan beban di kepala yang begitu banyak, aku melemparkan diriku ke kasur dan merasa kesal terhadap semua hal. Kamar tiba-tiba terasa sempit, keningku berdenyut-denyut tiada henti. Nafasku sedikit sesak. Aku benar-benar tak tahan!
Setelah rebahan beberapa saat akhirnya aku memutuskan untuk berdiri dan sambil menunjuk ke kasur, aku bicara sendiri, “Oke, sudah cukup. Sekarang, ayo kita selesaikan masalah ini.”
Aku membuka buku catatanku dan menuliskan masalah-masalah yang sedang kuhadapi secara sekaligus saat itu: tugas di sekolah numpuk, komputerku rusak, aku juga belum mempersiapkan untuk acara perlombaan di sekolah besok.
Ha!
Apalagi?
Tidak ada.
Aku tertawa-tawa sendirian saat itu, mendapati diriku begitu tolol—hanya seperti inikah? Aku menuliskan dari tiap masalahku itu penjelasan-penjelasan seperti: tugas matematika dikumpulin besok, tugas ini bisa dicancel dulu, tugas bahasa Indonesia tinggal diperiksa ulang. Komputer? Aku bisa ngetik untuk ini di rentalan. Atau aku bisa nunggu sampai komputer selesai diperbaiki. Ngomong-ngomong dimana aku akan memperbaiki komputerku ini? Hmm, di tetanggaku bisa, di sini bisa, di sana bisa. Yups, untuk lomba besok? Oke, seragam. Apalagi? Hmm, baiklah, mana yang harus aku prioritaskan….
Tidak kurang dari 15 menit malam itu suasana hatiku berubah 180 derajat—dan aku bersyukur untuk hal itu. Ternyata, masalah itu, seringkali seperti hantu. Masalah bisa saja sepele, tapi kita sendirilah yang mempersulitnya. Membuat masalah itu terlihat sangat rumit dan susah dipecahkan. Bukankah hantu juga seperti itu?
Well, tanpa mengesampingkan kenyataan bahwa aku termasuk orang yang, yah, agak malu kalau ketemu hantu, tapi aku mau mengakui bahwa ketakutan akan hantu seringkali lebih menakutkan daripada hantu itu sendiri.
Sebenarnya, rasa takut kita itulah yang justru membuat keluarga hantu (mulai dari yang produk lokal seperti pocong, kuntilanak, genderuwo, dan lain-lain sampai yang produk asing seperti drakula dan vampir) tampak menakutkan.
Begitupun dalam hal menghadapi masalah. Rasa kesal kita, bĂȘte kita, dan pusing kita itulah yang justru membuat masalah kelihatan terlalu rumit dan sukar untuk bisa diselesaikan.
Jika kamu punya beberapa macam tugas yang deadline-nya berbarengan, kamu kadang dibuat stres dan tergesa-gesa oleh keharusan menyelesaikan tugas-tugasmu itu, sehingga yang terjadi biasanya:
1. Kamu bisa menyelesaikan semuanya! (Congratulation!)
2. Kamu menyelesaikan salah satu atau sebagian dari tugas-tugasmu.
3. Kamu tidak bisa menyelesaikan satu pun tugas itu sesuai deadline.

Mari kita beri selamat dan tepuk tangan bagi golongan satu yang telah menyelesaikan tugasnya dengan baik—dan silakan pindah ke sebelah kanan. Dan sekarang, mari kita maafkan orang yang termasuk golongan dua (dan beri ucapan selamat pula karena ia memiliki tekad dan usaha untuk menyelesaikan tugasnya)—dan silakan pindah ke sebelah kiri.
Nah, bagi kamu yang berada di tengah, golongan orang-orang yang tidak bisa menyelesaikan satu pun tugas, beri aku kesempatan menyampaikan beberapa hal ini kepadamu:
1. Usahakan tetap rileks dan jangan tegang. Karena kalau tegang, otak neo cortex (bagian otak yang digunakan untuk berpikir) kamu tidak akan bisa bekerja dengan optimal. Kalau kerjanya tidak optimal, hasilnya pun tentu tidak akan optimal—mari kita berharap hasilnya masih cukup memuaskan.
2. Ambil buku dan tulis semua tugasmu itu beserta deadline-nya.
3. Tuliskan pula hal-hal yang kamu butuhkan untuk tugas itu, hal-hal yang bisa menunjang tugasmu itu, dan hambatan tugasmu itu.
4. Sinkronkan (sesuaikan) dengan situasi, singkronkan dengan batas deadline, sinkronkan dengan segala macam hal, lalu buatlah prioritas. Beri poin 1, 2, 3, dan seterusnya untuk menandai prioritas.
5. Sekarang, kerjakan tugas-tugasmu itu sesuai prioritas!
6. Ketika mengerjakan, usahakan tetap tenang, tetap dinikmati, karena jikapun kamu tidak bisa menyelesaikan semua tugasmu, paling tidak, kamu tengah mengalihkan posisimu dari golongan tiga (yang tak menyelesaikan satupun tugas) ke posisi dua (yang mengerjakan salah satu tugas). Dan itu lebih baik bukan?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar