Karena segala sesuatu yang datang bergantung pada persepsi kita terhadap sesuatu itu. Karena setiap orang, setiap hal, dan setiap situasi yang kita tarik ke dalam kehidupan kita bergantung pada bagaimana kita menyikapinya, dan karena kehidupan selalu menjaga keseimbangannya, maka, sebelum kita masuk ke part 2, mari kita ubah sedikit saja mindset kita.
Sewaktu aku kembali dihadapkan pada kekesalanku pada hidup, aku bertukar email dengan salah seorang sahabatku. Aku menceritakan kepadanya tentang bagaimana hidupku yang sekarang kujalani. Bagaimana aku kehilangan segala kebebasanku dalam berkreasi. Bagaimana aku kehilangan masa depanku. Bagaimana secara psikologis, aku sadari betul, bahwa aku tidak sehat.
Beberapa hari kemudian, dia membalas emailku. Dia menceritakan dengan lembut dan sedikit bercanda, bagaimana dia menangis membaca emailku itu. Bagaimana dia merasa bahwa dia tidak tahu apakah dia akan kuat atau tidak seandainya dia berada di posisiku saat itu.
Lalu, ia mengingatkanku akan tulisanku, sebuah prosa jelekku, yang kuberikan padanya ketika masih SMA. Dia bilang, dia terkesan, oleh kalimat ending dalam prosa jelekku itu yang berbunyi, “Suatu saat ketika ia berlari dan terus berlari, ia menyadari bahwa ia tak sendiri. Karena Tuhan selalu bersamanya. Dan ia pun tersenyum.”
Namun, yang paling membuatku tergugah dan kembali bersemangat adalah ketika dia memasukkan juga foto sebuah bangunan yang berbentuk agak persegi. Dia bertanya, apakah aku tahu foto apa itu? Dan tentu saja aku tak tahu. Dia melanjutkan dalam emailnya, bahwa foto itu adalah foto penjara tempat Bung Karno menuliskan pledoi atau pidato pembelaannya terhadap Belanda. Di tempat itulah, Bung Karno, atas nama Indonesia menggugat Belanda.
Ketika aku menelaah itu lebih lanjut, meresapinya dalam-dalam, aku kembali teringat bahwa penderitaan, ujian, masalah, krisis bisa memasukkan manusia ke dalam tiga kondisi: negatif, netral, positif.
Negatif, bagi mereka yang akibat penderitaan, ujian, masalah, dan krisis yang mereka hadapi, menjadi stres, gila, atau melacurkan hidup mereka ke dalam hal-hal tidak berguna. Ke dalam narkoba, misalnya. Ke dalam gelimang kenikmatan sesaat dari prilaku seks bebas, dari kehidupan hedonis yang sangat palsu.
Netral, bagi mereka yang tahan dan sabar terhadap penderitaan, ujian, masalah, dan krisis tersebut. Bagi mereka yang mampu menyelesaikan permasalahan mereka, namun tidak membuat mereka lebih baik. Mereka berjalan di tempat. Mereka harus memulai lagi dari nol setiap kali penderitaan, ujian, masalah, dan krisis itu datang lagi.
Dan positif, adalah yang dilakukan oleh orang-orang seperti Nelson Mandela, Bung Karno, Gallileo, Thomas Alfa Edison, Marthin Luther King Jr., dan banyak orang hebat lainnya. Mereka menaklukan penderitaan, ujian, masalah, dan krisis yang datang kepada mereka, dan menjadikannya sebagai jalan untuk membuat diri mereka lebih dan lebih dan lebih baik lagi.
Bukankah itu tujuan Allah mengambil kedua orangtua Rasulullah, bahkan ketika beliau masih sangat kecil untuk mengerti? Melalui ‘penderitaan’, ‘ujian’, ‘masalah’, dan ‘krisis’ itulah, Rasulullah dididik oleh Allah untuk menjadi pribadi yang cerdas dalam segala aspek. Untuk menjadi orang yang paling hebat di seluruh dunia, di seluruh alam semesta, di sepanjang zaman. Karena seperti kata Goethe, “Kepandaian dipelihara dalam ketenangan, karakter digembleng dalam badai.”
Jadi?
Mari kita ubah mindset kita. Mari kita jadikan masalah sebagai bentuk (lain) rasa sayang Tuhan kepada kita. Sebagai bentuk ujian terhadap kita agar kita bisa lebih dewasa. Agar kita bisa lebih bersabar, lebih bisa mensyukuri nikmat yang diberikan-Nya. Bukankah kenikmatan rasa kenyang datang setelah kita didera rasa lapar? Bukankah kemerdekaan menjadi demikian agung dan besar maknanya karena diraih setelah perjuangan dan penderitaan yang sekian lama dan tak kunjung berhenti?
Aku tahu, hanya dengan menerima dengan hati yang terbuka akan setiap masalah, dan dengan segala kepasrahan dan kesadaran total kita menerima semua ini sebagai cara Tuhan untuk mendewasakan kita, dibantu dengan doa dan usaha untuk menenangkan diri sendirilah, kita akan mampu mengubah mindset kita. Terlihat susah? Justru sebaliknya!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar